Keraton Jipang

Kamis, 02 November 2017

Sejarah Keraton Jipang




LATAR BELAKANG KERAJAAN JIPANG

     Keraton Jipang adalah nama keraton di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora - Jawa Tengah, Indonesia. Awal berdirinya Jipang adalah sebuah kerajaan, namun ketika Rd. Fattah mendirikan Kerajaan Islam Demak, penguasa Jipang yang kala itu tidak lain adalah mertua dari Rd. Fattah sendiri, mendukung gerakan Islam yang dilakukan oleh Rd. fattah dan Wali Songo, dan dengan sukarela ia bergabung dengan Kerajaan Demak. Sejak itu Kerajaan Jipang menjadi daerah vasal Kerajaan Demak. Adipati terakhir Jipang adalah cucu Rd. Fattah yang bernama Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang bin P. Surowiyoto bin Rd. Fattah, yang menjadi Raja Demak V atau yang terakhir selama kurang lebih 3 tahun. Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang menggantikan Sunan Prawoto (Mukmin) - Raja Demak IV, yang merupakan anak Trenggono (Raja Demak III). Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang dengan kerajaan Jipangnya adalah kekuatan Kerajaan Demak Terakhir
      Kotaraja Jipang adalah Ibukota Kesultanan Demak pada masa P. Arya Penangsang menjadi Sultan Demak ke V atau Sultan Demak terakhir th. 1549-1554 M, yang pada masa itu dikenal dengan nama Demak Jipang. Keberadaan Keraton Jipang adalah setara dengan Keraton-keraton lain di Indonesia.
  

HUBUNGAN KETURUNAN PENGUASA DI JIPANG DENGAN PALEMBANG
     Nama Jipang tampak dicantumkan pada plakat yang diumumkan pada tanggal 1 September 1818 oleh komisaris Belanda Muntinghe, yang isinya menjamin bahwa bagi Palembang pemerintah Hindia Belanda akan mempertahankan undang-undang, terkenal dengan nama "Piagam Pangeran Jipang" (de wet, bekend onder de naam van Pejagem van dan Pangerang van Djiepang).[13] Dalam riwayat Palembang yang bersifat sejarah, berkali-kali terdapat kata-kata yang menunjuk pada hubungan dengan Jawa, khususnya dengan Jawa Timur. Hal itu akan diuraikan dalam Bab XVIII-3.
      Suatu undang-undang yang terkenal sebagai piyagem Pangeran ing Jipang tidak dikenal dalam kesusastraan Jawa. Yang pasti ialah bahwa di berbagai daerah  Sumatera Selatan telah dipakai buku-buku hukum Jawa yang disusun di keraton raja-raja Demak.[14] Salah satu di antaranya, yang paling terkenal, dikarang oleh Senapati Jimbun; ini mungkin salah satu dari nama Raden Fatah. Besar sekali kemungkinan kitab hukum Senapati Jimbun, atau yang lain, seperti buku Jugul Mudha, juga telah dipakai di keraton Aria Panangsang (masih kerabat Sultan Tranggana). Konon, sesudah jatuhnya Kerajaan Jipang pada pertengahan abad ke-16, keturunan atau pengikut pangeran yang terakhir dalam pengungsian juga membawa naskah tulisan buku hukum itu bersama dengan pusaka-pusaka lain. Mereka mengungsi ke timur, ke Surabaya. Dengan memiliki buku yang penting itu, mereka akan dapat membuktikan hubungan keluarga mereka dengan keturunan maharaja Demak.

 
Kanjeng Gusti Arya Jipang II PRA. Barik Barliyan Suryowiyoto, SH.

Raja Jipang (Budaya) adalah Keturunan P. Arya Mataram Jipang, adik dari P. Arya Penangsang bin Surowiyoto (Sekar Sedo) bin R. Fatah bin Prabu Brawijaya V.



Keturunan Sultan Demak V

Pangeran Arya Penangsang bin Surowiyoto bin Raden Fattah bin Prabu Brawijaya V Mojopahit