Keraton Jipang adalah nama keraton di Desa
Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora - Jawa Tengah, Indonesia. Awal
berdirinya Jipang adalah sebuah kerajaan, namun ketika Rd. Fattah
mendirikan Kerajaan Islam Demak, penguasa Jipang yang kala itu tidak
lain adalah mertua dari Rd. Fattah sendiri, mendukung gerakan Islam yang
dilakukan oleh Rd. fattah dan Wali Songo, dan dengan sukarela ia
bergabung dengan Kerajaan Demak. Sejak itu Kerajaan Jipang menjadi
daerah vasal Kerajaan Demak. Adipati terakhir Jipang adalah cucu Rd.
Fattah yang bernama Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang bin P.
Surowiyoto bin Rd. Fattah, yang menjadi Raja Demak V atau yang terakhir
selama kurang lebih 3 tahun. Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang
menggantikan Sunan Prawoto (Mukmin) - Raja Demak IV, yang merupakan anak
Trenggono (Raja Demak III). Pangeran Raja Adipati Arya Penangsang
dengan kerajaan Jipangnya adalah kekuatan Kerajaan Demak Terakhir
Kotaraja Jipang adalah Ibukota Kesultanan
Demak pada masa P. Arya Penangsang menjadi Sultan Demak ke V atau Sultan
Demak terakhir th. 1549-1554 M, yang pada masa itu dikenal dengan nama
Demak Jipang. Keberadaan Keraton Jipang adalah setara dengan
Keraton-keraton lain di Indonesia.
HUBUNGAN KETURUNAN PENGUASA DI JIPANG DENGAN PALEMBANG
Nama Jipang tampak dicantumkan pada plakat
yang diumumkan pada tanggal 1 September 1818 oleh komisaris Belanda
Muntinghe, yang isinya menjamin bahwa bagi Palembang pemerintah Hindia
Belanda akan mempertahankan undang-undang, terkenal dengan nama "Piagam
Pangeran Jipang" (de wet, bekend onder de naam van Pejagem van dan
Pangerang van Djiepang).[13] Dalam riwayat Palembang yang bersifat
sejarah, berkali-kali terdapat kata-kata yang menunjuk pada hubungan
dengan Jawa, khususnya dengan Jawa Timur. Hal itu akan diuraikan dalam
Bab XVIII-3.
Suatu undang-undang yang terkenal sebagai
piyagem Pangeran ing Jipang tidak dikenal dalam kesusastraan Jawa. Yang
pasti ialah bahwa di berbagai daerah Sumatera Selatan telah dipakai
buku-buku hukum Jawa yang disusun di keraton raja-raja Demak.[14] Salah
satu di antaranya, yang paling terkenal, dikarang oleh Senapati Jimbun;
ini mungkin salah satu dari nama Raden Fatah. Besar sekali kemungkinan
kitab hukum Senapati Jimbun, atau yang lain, seperti buku Jugul Mudha,
juga telah dipakai di keraton Aria Panangsang (masih kerabat Sultan
Tranggana). Konon, sesudah jatuhnya Kerajaan Jipang pada pertengahan
abad ke-16, keturunan atau pengikut pangeran yang terakhir dalam
pengungsian juga membawa naskah tulisan buku hukum itu bersama dengan
pusaka-pusaka lain. Mereka mengungsi ke timur, ke Surabaya. Dengan
memiliki buku yang penting itu, mereka akan dapat membuktikan hubungan
keluarga mereka dengan keturunan maharaja Demak.
Kanjeng Gusti Arya Jipang II PRA. Barik Barliyan Suryowiyoto, SH.
Raja Jipang (Budaya) adalah Keturunan P. Arya
Mataram Jipang, adik dari P. Arya Penangsang bin Surowiyoto (Sekar Sedo)
bin R. Fatah bin Prabu Brawijaya V.
Keturunan Sultan Demak V
Pangeran Arya Penangsang bin Surowiyoto bin Raden Fattah bin Prabu Brawijaya V Mojopahit